Selasa, 06 Januari 2009

BELAJAR MENULIS ARTIKEL (1)


daun jatuh di blog ini dipunguti lembar demi lembar
dirangkai dengan fakta, pengalaman, berbumbu referen
diolah menjadi artikel tema pendidikan setara 2 page (3.000-3.500 karakter)
ternyata, nggak gampang: lik ni pun balik ke ladang mengadu pada lumpur dan katak



Model Kecil: Perahu Kurang Asem *)

Seekor Kuda Putih, satu cerpen William Saroyan misalnya, menunjukkan dasar yang jelas akan kepercayaannya bahwa manusia pada dasarnya bersih. Penulis dari Amerika ini (1908-1981) mengagumi mereka yang miskin, yang dipermainkan nasib tetapi tetap tabah, jujur, dan bersih hati (Depdiknas, 2006). Guru, bisa memandang siswa sebagai manusia-manusia bersih, seperti yang dipercaya penulis kelahiran Fresno, California itu.”

`Calon-calon wartawan, petani penggarap unggul, Obama Kecil, ibu ayah, cagur naik bajaj`, dan calon-calon lain – tak ada calon teroris atau koruptor, masih bersemangat belajar di teras mushalla sekolah. Ruang kelas mereka diperbaiki. Perahu Kurang Asem, produk kelompok kecil (Johan Purnomo-Nurkafi-Yusron Ghozid Dunya), tercipta di `pengungsian` itu.

Dalam konteks pembelajaran menulis petunjuk melakukan sesuatu dengan urutan yang tepat dan menggunakan bahasa efektif tapel Bahasa Indonesia, siswa kelas VIII 2008/2009, ditugasi membuat sendiri produk berupa benda pakai dari bahan bekas. Tiap tahapan proses pembuatan dicatat. Produk, diposisikan sebagai pintu masuk (entry point) bagi pencapaian kompetensi dasar (KD). Sambil membuat produk, siswa menulis apa saja urutan yang dilakukan mulai hingga berakhir pembuatan produk. Tulisan mereka itu, tak lain dari petunjuk melakukan sesuatu, satu KD yang harus dikuasai dalam pembelajaran menulis.

Teknik rangsang kegiatan – membuat produk, diharapkan memudahkan siswa bisa menulis petunjuk, sejalan dengan prinsip-prinsip pembelajaran: dari yang mudah ke yang sukar, dari yang dekat ke yang jauh, konkret ke yang abstrak. Teras mushalla berubah pasar kadang seperti bengkel sepeda.

Perahu Kurang Asem
Kurang dari 2X45 menit, Petunjuk karya kelompok Purnomo diserahkan seperti berikut ini.
PERAHU KURANG ASEM
Bahan: 3 kertas yang diperoleh dari teman
Cara membuat: cukup sederhana, hanya melipat 3 kertas dari buku bekas menyerupai kapal but. Tempelkan kertas warna ditemukan di bawah karpet (terserah warna yang diinginkan). Dan terakhir, tumpuk ketiga kapal tersebut dengan castol yang diminta dari teman dan daun dari taman depan kelas.
Spesifikasi: untuk tempat abu rokok, untuk mainan anak-anak kecil, dapat mengapung di air
Mengapa disebut Perahu Kurang Asem?
Karena, daun yang ada di atas kapal bila dirasakan kurang asem dan ada bekas premen (kurang asem) yang ditempelkan. (disalin seperti adanya)

Model Kecil
Semasa jaya Gajah Mada, Empu Nala mencipta sendiri perahu, kapal-kapal besar. Nenek moyang kita pun mengarungi berbagai belahan dunia. Gelombang utara: laut Jawa, laut Cina Selatan ditaklukkan. Bahkan, ke Madagaskar menembusi Samudra Indonesia memasuki kehidupan global. Purnomo-Nurkafi-Ghozid Dunya bukan Empu Nala. Tetapi, Petunjuk Cara Membuat PKA otentik cipta karya mereka sendiri: meski belum disunting lewat presentasi, belum sesuai dengan rubrik penilaian pembelajaran. Ketiganya bangga mendapat pujian guru.

Bangga bisa mencipta sendiri Petunjuk Cara Membuat PKA, pada gilirannya bisa mendorong terciptanya karya-karya lain: produk-produk berguna bagi sesama, tak hanya Kozuii berinfra merah melainkan kapal-kapal besar Empu Nala ikon Majapahit berjaya. Dari situlah kita akan mendapatkan harga diri, kreativitas, dan kehormatan bangsa.

Kelompok Johan tabah, ke sana sini mencari bahan meminjam peralatan. Innocent alias bersih tak berdosa cocok bagi mereka. Tiga kertas diperoleh dari teman, kertas warna ditemukan di bawah karpet, castol diminta dari teman atau daun dari taman depan kelas. Semua itu tak lain ekspresi kejujuran, kebersihan hati. Bila membiasa - membudaya, mereka bisa tumbuh tanpa mencaplok bukan haknya. Korupsi akan susah meraja lela.

Siswa menyontek, merayapi situs porno, curi HP, tawuran, masih `bersih hati` asal guru peka apa akar persoalan yang benar-benar benar. Akar persoalan justru luput. Dari sini, penekanan terhadap siswa bermula, dalam pengertian luas termasuk kekerasan dalam proses belajar mengajar. Tak hanya guru, siapa saja yang lebih dewasa, dapat memandang kelompok Johan dan PKA mereka, sebagai model kecil yang bisa dicontoh: kebersihan hati anak.

Lewat cara pandang seperti itu, dalam pembelajaran guru akan bisa melihat Quantum, interaksi yang mengubah energi siswa menjadi cahaya, tumbuh menjadi manusia manusiawi, keduanya: murid yang guru – guru yang murid dalam dialog kritis (Freire,1972). Whualah anak-anak itu, “Horison yang selalu biru bagiku,” ungkap Hartoyo Andang Jaya dalam Dari Guru kepada Murid-muridnya, puisi karyanya.
*) Setelah singgah di daun jatuh, bersama artikel (2) - `Jonet yang Inspiratif: Refleksi Pengalaman Pembelajaran Sastra`, dikirim ke artikelguru@yahoo.co.id : Program Untukmu Guru 2009, Lomba Artikel Guru, Jawa Pos.

Tidak ada komentar: